Dengar Musik Klasik Identik Bikin Cerdik?

Ilustrasi: Tiara Sabina
Sobat Unas TV, Kalian sadar gak sih kalau akhir-akhir ini Indonesia lagi kedatangan banyak tamu musisi dari luar negeri? Berbagai festival dan konser musik diadakan di segala penjuru negeri. Dari yang gratis, berbayar, hingga pertunjukan musik bertujuan charity. Semua acara musik ini tidak hanya disambut antusias oleh para penggemar Sang Musisi, tetapi juga orang awam yang hanya sekedar menikmati musik menyambut dengan senang hati.
Tahu gak kenapa orang-orang begitu mudahnya menyambut musik di kehidupan mereka? Hal tersebut terjadi karena kemampuan pendengaran manusia yang sejak dalam kandungan dapat menangkap suara. Pernah dengan frasa ‘Tak Kenal Maka Tak Sayang’? Ya, kemampuan pendengaran itulah yang mengenalkan kita pada musik sejak kecil. Melodi indah yang disusun dengan apik ini ditangkap indera pendengar dan menjalar ke dalam otak yang akhirnya memicu munculnya hormon dopamin. Menghasilkan emosi-emosi yang dapat kita rasakan dari sebuah alunan nada penuh arti.
Lantas, apa hubungannya dengan keidentikan musik klasik yang katanya bikin cerdik? Hmm… siapa saja dari Sobat Unas TV yang pernah mendengar atau membaca frasa ini? Sadar gak sih kalau sedang bicara tentang manfaat musik, frasa ini selalu ada dan dipakai dimana-mana? Lantas, apakah pernyataan dari frasa tersebut benar atau malah terbukti salah?
Semua berawal dari penelitian University of California pada tahun 1993 oleh psikolog Frances H. Rauscher dan rekan-rekannya. Kala itu, mereka menemukan adanya peningkatan kemampuan penalaran spasial dari beberapa siswa yang sengaja didengarkan musik Mozart. Walaupun efek pada siswa hanya berlangsung 15 menit, tetapi penelitian tersebut mengklaim bahwa mendengarkan musik memberikan banyak manfaat dan dapat meringankan masalah kesehatan fisik dan mental.
Pada saat itu, surat kabar New York Times menulis bahwa anak-anak akan mendapat sekolah yang baik apabila setiap harinya didengarkan lantunan musik klasik. Pernyataan ini kemudian didukung dengan komentar beberapa ahli. Adanya publisitas besar-besaran yang dilakukan Gubernur Georgia, Zell Miller, yang memastikan setiap ibu yang baru melahirkan anak akan menerima satu paket CD musik klasik semakin membuat pernyataan mengenai musik klasik tersebut dianggap benar dan terus menyebar di kalangan masyarakat.
Namun, penelitian mengenai manfaat musik klasik ini tidak hanya berhenti disitu saja. Banyak peneliti lain yang masih mempertanyakan kebenaran hasil penelitian tersebut, salah satunya adalah Pietscnigh dan rekan-rekannya. Mereka membuat riset terhadap tiga ribu partisipatif dan mendapatkan hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian terhadap ribuan partisipatif tersebut, Pietschnig dan rekan-rekannya menyimpulkan tidak ada stimulus atau sesuatu yang mendorong peningkatan kemampuan spasial seseorang setelah mendengarkan musik klasik.
Efek musik klasik yang katanya dapat meningkatkan kinerja otak pada manusia itu tidak benar. Faktanya, musik genre apapun dapat meningkatkan kinerja otak seseorang. Peningkatan kinerja otak dihasilkan dari gairah emosional seseorang yang meningkat ketika mendengarkan musik. Gairah emosional yang meningkat tersebut menyebabkan seseorang menjadi lebih rileks dan fokus. Tubuh rileks dan fokus inilah yang menyebabkan seseorang mudah mempelajari dan menerima informasi.
Nah, Sobat Unas TV pernah merasakan perbedaan antara belajar dengan suasana hati yang buruk dan belajar dengan suasana hati yang baik? Kedua suasana hati yang bertolak belakang tersebut tentunya memberikan hasil yang berbeda. Suasana hati yang baik cenderung membuat tubuh seseorang lebih tenang dan fokus dalam menerima pelajaran. Maka dari itu, banyak orang yang memilih untuk menaikkan suasana hati terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas, salah satunya dengan mendengarkan musik.
(Tiara Sabina – UNAS TV)